Cara Over Kredit Perumahan
Over kredit perumahan bisa diartikan sebagai pengambil-alihan pembelian perumahan dengan cara melanjutkan cicilan yang tersisa sampai lunas. Cara ini sudah lazim dilakukan dalam bisnis properti, termasuk dalam upaya pembelian dan penjualan kepemilikan rumah.
Ada banyak tujuan dan alasan mengapa seseorang memutuskan untuk mengalihkan kredit kepemilikan rumahnya. Di antaranya adalah karena mengalami masalah keuangan sehingga tidak bisa melanjutkan pembayaran cicilan yang telah disepakati dengan pihak bank yang memberi fasilitas KPR (Kredit Pemilikan Rumah).
Pengalihan kredit rumah juga kerap terjadi pada perumahan yang mengalami masalah lingkungan. Seperti keamanan yang kurang terjamin, fasilitas infrastruktur yang tidak sesuai harapan, dan lain sebagainya.
Warga yang merasa sudah tidak nyaman akan rumahnya namun sudah terlanjur mencicilnya dari awal, kemudian memutuskan untuk pindah dan mengoper kredit rumahnya.
Hal lainnya yang tak kalah penting untuk diwaspadai adalah kemungkinan adanya sengketa perihal kepemilikan rumah, baik di dalam intern pemilik ataupun melibatkan pihak lainnya. Misalnya, urusan rumah tangga yang tidak harmonis antara suami dan istri yang berujung pada perceraian dan menyisakan masalah KPR yang menggantung.
Bila Anda bertindak sebagai pembeli, sebaiknya telusuri terlebih dulu alasan yang menjadi latar belakang penjual akan mengoper kredit rumahnya. Jangan sampai apa yang dipermasalahkan oleh penjual justru menjadi masalah juga bagi Anda di kemudian hari. Pastikan detail kondisi rumah yang akan dibeli sesuai dengan harga yang akan Anda bayar.
Tata Cara Over Kredit Perumahan
Bila Anda berencana untuk membeli rumah KPR dengan cara over kredit, Anda harus jeli perihal tata cara yang diakui dalam dunia perbankan. Hal tersebut berhubungan dengan legalitas transaksi yang berguna untuk melindungi hak dan kewajiban Anda sendiri. Jangan pernah tergiur dengan kemudahan over kredit perumahan bawah tangan.
Cara tersebut memang sangat memudahkan tanpa harus melibatkan pihak ketiga dan tanpa harus melalui proses administrasi yang rumit. Akan tetapi, over kredit bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak diakui oleh perbankan. Sebagai gambaran umumnya, pahamilah ilustrasi berikut ini.
Pak Suryadi dan Pak Budiman telah sepakat untuk melakukan transaksi pembelian rumah yang masih dalam status cicilan KPR pada suatu bank dengan masa cicilan 15 tahun.
Pak Suryadi selaku pemilik rumah atau debitur pertama menjual rumahnya kepada Pak Budiman dengan cara over kredit. Pak Budiman membayar sejumlah uang kepada Pak Suryadi sebagai ganti uang DP (down payment) dan jumlah cicilan yang telah dikeluarkan Pak Suryadi selama lima tahun.
Selanjutnya, Pak Budiman menjadi debitur kedua yang melanjutkan kewajiban membayar sisa cicilan selama 10 tahun berikutnya. Tidak ada pihak ketiga yang dilibatkan dalam proses jual beli ini, baik dari pihak bank maupun notaris.
Sepuluh tahun berlalu, dan tiba waktunya bagi Pak Budiman untuk melunasi KPR dan mengambil sertifikat rumahnya. Namun, alangkah terkejutnya Pak Budiman, karena walaupun ia telah membayar penuh seluruh cicilan, ternyata ia tidak memiliki hak untuk mengambil sertifikat rumahnya.
Pihak bank tidak pernah memproses dan tidak mengetahui adanya pengalihan kredit rumah dari Pak Suryadi kepada Pak Budiman. Kuitansi bermaterai dan bertanda tangan Pak Suryadi saat pembayaran penggantian DP dan bukti pembayaran cicilan selama sepuluh tahun terakhir dari rekening pribadi Pak Budiman, tidak menjadikannya otomatis mendapatkan kewenangan mengambil sertifikat.
Utang cicilan sepuluh tahun terakhir masih terdaftar atas nama Pak Suryadi (walaupun yang membayar adalah Pak Budiman), serta nama yang tertera dalam sertifikat adalah nama Pak Suryadi juga. Tidak ada surat pernyataan pengalihan kredit maupun surat kuasa pengambilan sertifikat dari Pak Suryadi kepada Pak Budiman.
Masalah semakin rumit ketika ternyata Pak Budiman sudah kehilangan kontak dan tidak mengetahui di mana keberadaan Pak Suryadi.
Ilustrasi di atas cukup membuat kita sadar akan pentingnya bukti-bukti tertulis yang kuat secara hukum dalam proses peralihan kredit. Modal kepercayaan antara penjual dan pembeli saja tidaklah cukup, mengingat rumah yang dijadikan objek jual beli masih dalam status KPR yang melibatkan pihak bank.
Legalitas Over Kredit Perumahan
Agar transaksi over kredit yang Anda lakukan memiliki kekuatan hukum, libatkanlah pihak ketiga yang membantu Anda mengurus segala administrasi menyangkut legalitas kepemilikan rumah.
Ada dua cara yang diakui secara sah dalam dunia perbankan mengenai proses pengalihan KPR, yaitu melalui bank pemberi KPR yang bersangkutan dan melalui notaris. Masing-masing pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Bila proses dilakukan melalui bank pemberi KPR, Anda harus mendaftar dan menyiapkan berkas-berkas persyaratan pengajuan alih kredit sama seperti bila Anda mengajukan KPR baru. Pihak bank akan mengevaluasi berkas Anda dan menilai apakah layak atau tidak.
Jika Anda dianggap layak, maka pihak bank akan menyetujui permintaan alih kredit Anda. Proses ini dilakukan di bank bersama dengan penjual sebagai debitur lama dan Anda sebagai pembeli atau debitur baru.
Proses alih kredit melalui bank memang tergolong lebih rumit karena harus ada pengajuan berkas-berkas yang harus dipelajari dulu oleh pihak bank. Hal itu tentu saja akan memakan waktu yang lebih lama, di samping adanya kemungkinan pengajuan ini akan disetujui atau ditolak.
Prosedur alih kredit melalui bank ini pun memerlukan biaya yang relatif lebih mahal, tergantung dari kebijakan bank tersebut. Hanya saja, melalui cara ini debitur baru mendapatkan kepastian balik nama lebih mudah. Artinya, sisa cicilan yang tertagih sudah atas nama Anda sebagai debitur baru, termasuk atas nama pada sertifikat rumah.
Cara yang kedua, yaitu melalui notaris. Cara ini bisa dianggap lebih praktis dan relatif lebih murah. Pembeli tidak akan mengalami proses evaluasi untuk persetujuan alih kredit. Bersama notaris, Anda dan penjual akan membuat akta pengikatan jual beli atas pengalihan hak rumah (tanah dan bangunan).
Notaris juga akan membuatkan surat kuasa untuk melanjutkan sisa cicilan sampai lunas, termasuk surat kuasa pengambilan sertifikat. Selanjutnya, Anda dan penjual berkewajiban melakukan pemberitahuan tertulis kepada pihak bank sebagai kreditur mengenai peralihan kredit ini, dilengkapi dengan salinan akta-akta yang telah dibuat di notaris.
Apabila pihak bank tidak mendapatkan pemberitahuan tertulis mengenai adanya peralihan kredit ini, maka pelunasan dan pengambilan sertifikat tetap harus dilakukan sendiri oleh penjual atau debitur lama. Yang harus diperhatikan pada proses peralihan kredit melalui notaris ini adalah bahwa sisa hutang cicilan dan sertifikat masih atas nama debitur lama.
Meski begitu, karena adanya surat kuasa dari debitur lama ke debitur baru yang telah dilaporkan kepada bank, maka hak pelunasan dan pengambilan sertifikat ada pada debitur baru. Debitur lama tidak berhak mengambil sertifikat walaupun sertifikat tersebut masih atas namanya.
Dan yang perlu Anda ingat sebagai catatan, proses alih kredit melalui notaris hanya bisa dilakukan satu kali. Jadi, bila Anda telah mengambil alih kredit suatu rumah dalam masa KPR, Anda tidak bisa mengalihkan lagi kredit tersebut kepada orang lain.
Namun apabila Anda ingin melakukannya, Anda harus melibatkan kembali penjual atau debitur lama Anda. Hal ini berkaitan dengan sisa cicilan dan sertifikat yang masih atas nama debitur lama.
Sekian artikel over kredit perumahan. Semoga berguna dan bermanfaat.
Posting Komentar untuk " Cara Over Kredit Perumahan"