Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Modern

Ekonomi Pancasila
credit:instagram@nusantarabookstore

Mengapa Ekonomi Pancasila Tak Terdengar Lagi?

Istilah ekonomi Pancasila pertama kali diperkenalkan ketika pemerintahan Presiden Soeharto masih berkuasa. Kesakralan Pancasila memang begitu dijaga oleh rezim pemerintah saat itu. Ajaran Pancasila yang dijabarkan dari butir-butir sila Pancasila seolah menghiasi setiap sendi kehidupan bangsa dan negara pada masa itu.

Lima Pilar Bangsa

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila sendiri terdiri dari lima sila, antara lain:

  • Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Persatuan Indonesia.
  • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
  • Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Setiap sila dari Pancasila dijabarkan sedemikian rupa sehingga apa yang tertulis tampak begitu sempurna. Namun, kenyataannya masyarakat pada saat itu merasa sangat tertekan, bahkan ada yang tidak setuju bila Pancasila dijadikan sebagai dasar atau asas negara satu-satunya. Kalangan yang tidak setuju tersebut kemudian ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara.

Hal ini tentu tidak sesuai dengan nilai luhur Pancasila sila ke-4. Bukankah pada sila ke-4 Pancasila itu tercermin kebebasan dalam mengutarakan pendapat? 

Sekarang pun masih ada wilayah - wilayah tertentu dimana rakyat tak boleh berseberangan dengan pemerintah. Jadi, penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari kadang - kadang tampak bertentangan dengan jiwa Pancasila itu sendiri.

Begitupun,dalam bidang ekonomi. Dulu, ada banyak keterbatasan bagi kalangan rakyat biasa untuk berbisnis dan membuka usaha. Apalagi, kalau tidak mempunyai link atau koneksi khusus ke penguasa pada saat itu. 

Kini, walaupun alam reformasi dan keterbukaan telah semakin lebar, masih ada wilayah-wilayah yang tetap saja sulit untuk dimasuki oleh mereka kalau tidak ada dana dan biaya. Bukankah ini tidak sesuai dengan jiwa sila ke-5 dari Pancasila?

Mungkin ajaran Pancasila tidak lagi terlalu didoktrinkan sehingga isi sila dari Pancasila pun mungkin sudah banyak yang lupa. Sudah agak jarang kita menemukan karya tulis yang menjadikan Pancasila sebagai rujukan ataupun referensi.

Bentuk Ekonomi Pancasila

Tujuan ekonomi Pancasila berdasarkan pada sila ke-5. Itu artinya segala apa yang ada di bumi Indonesia, baik di dalam maupun di luar tanah, harus dibagi seadil-adilnya kepada seluruh rakyat Indonesia. Kenyataannya, hanya segelintir orang yang bisa menikmati berbagai kemewahan yang didapat dari isi perut dan dataran Indonesia.

Sementara itu, sebagian besar lainnya hanya mendapatkan "keadilan" dalam menanggung hutang negara yang sebesar gunung. Negara yang paling kaya di dunia ini ternyata tak mampu memberikan kesejahteraan yang benar-benar sejahtera dalam bidang ekonomi kepada rakyatnya.

Bentuk ekonomi Pancasila yang cocok adalah koperasi yang berjiwa gotong royong. Namun, kehidupan koperasi sendiri tak bisa lepas dari hukum ekonomi kapitalisme. 

Koperasi tetap harus berusaha mencari dana demi memberikan keuntungan bagi para anggotanya. Sekarang pun rezim yang sedang berkuasa disinyalir tidak menerapkan ekonomi Pancasila tapi ekonomi neo-liberal.

Inilah kenyataannya. Oleh karena itu, tak bisa dipungkiri bahwa ekonomi Pancasila terlupakan atau mungkin coba dikubur karena tak bisa bersaing dengan ekonomi global. 

Entahlah. Apapun itu, ajaran Pancasila tetap baik dan masih perlu dilestarikan dan disebarkan lagi walau tak harus menjadi doktrin yang terlalu dipaksakan.

Membangun Ekonomi Modern

Tonggak kemajuan suatu bangsa adalah militer yang kuat, stabilitas politik, dan ekonomi modern. Indonesia baru memiliki sistem politik demokrasi yang diakui dunia internasional. Militer kita baru saja bangkit dari embargo US. Soal ekonomi, kita masih belum mapan.

Meskipun Indonesia mencatatkan tren positif kala resesi global menghadang, pertumbuhan kita termasuk lambat dibanding negara serumpun, Malaysia dan Singapura. Indonesia, seperti diminta banyak pihak, jangan cepat berpuas diri dengan pertumbuhan 6 persen. Singapura bisa tumbuh lebih dari 2 digit. Ekonomi Indonesia masih butuh banyak pembenahan.

Ekonomi Modern

Postur ekonomi Indonesia didominasi sektor informal atau tradisional yang bisa mencapai angka 80 persen lebih. Tersebar pada PKL, UMKM, dan sebagainya. Indonesia harus segera melakukan transformasi. Sektor informal tersebut harus didorong pada sektor formal. Indonesia, mau tidak mau, akan mengalami era globalisasi.

Perjanjian ekonomi regional di ASEAN beberapa tahun ke depan akan segera terlaksana. Belum lagi, kerja sama dengan negara Cina dan Eropa. Jika tidak siap, ekonomi Indonesia akan menjadi consumer saja. Kita tidak bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Ekonomi modern mensyaratkan persaingan yang fair. Namun, era liberal membuat pertarungan ekonomi timpang. Pengusaha lokal versus korporasi internasional pasti kalah ekonomi nasional. Kita harus segera membuat kompetitif ekonomi Indonesia.

Para pengusaha besar sudah tidak diragukan lagi kompetensinya. Namun, pengusaha kecil akan kewalahan menghadapi serbuan korporat internasional. Dampak terburuk ekonomi nasional akan ambruk karena pertumbuhan ekonomi ditopang oleh asing.

Hot Money

Berbicara investasi asing dalam ekonomi modern harus mencermati pasar modal. Kini, pasar modal tengah diliputi pertumbuhan fantastis. Namun, beberapa ekonom menyebut gejala hot money yang berpotensi menimbulkan bubble economy. Persis ketika US prakriris subprime mortgage. Terlihat besar, padahal rapuh bak gelembung balon.

Hot money merujuk pada aliran investasi asing yang masuk ke pasar modal. Namun, tidak bersifat berkelanjutan, tetapi sementara. Fenomena ini masuk akal karena kondisi ekonomi di US dan Eropa sedang jatuh. Jadi, investasi di Indonesia adalah pilihan rasional dan logis.

Infrastruktur

Membangun ekonomi modern tidak luput juga dari membangun infrastruktur. Indonesia sebagai negara kepulauan perlu infrastruktur yang baik untuk jadi penyambung ekonomi nasional. Misalnya, proyek jalan antarpulau, pelabuhan internasional, dan bandara yang layak.

Indonesia kerap tersandung soal infrastrukur. Tengok saja proyek monorail di Jakarta yang terbengkalai beberapa waktu yang lalu. Modal jadi biang keladi kegagalan. Namun, kita bisa mengakali hal ini dengan menarik minat investor asing untuk menyuntikan dana mereka pada pembangunan infrastruktur.

Posting Komentar untuk " Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Modern"